.
Zen adalah pandangan hidup yang tidak tercakup dalam kategori formal pemikiran barat modern. Zen bukanlah agama ataupun filsafat, ia lebih merupakan sebagai ” sebagai jalan pembebasan”. Menilik sejarahnyan Zen mungkin dipandang sebagai penyelesaian dan tradisi lama kebudayaan China dan India, meski sebenarnya meski sebenarnya lebih kental warnaCinanya dibandingkan Indianya. Dan sejak abad ke-12, ia telah mengakar kuat serta menjadi kebudayaan paling kreatif dari kebudayaanJepang. Sebagai hasil dari kebudayaan – kebudayaan besardan sebagai contoh yang cukup unik dan aneh dari jalan pembebasan, Zen merupakan salah satu sumbangan paling berharga dari Asia pada dunia.
Banyak hal yang sulit dipahami mengenai mistifikasi Zen sebagai sebagi suatu jalan pencerahan atau jalan hidup yang damai, disebabkan tidak biasanya mereka dengan cara berpikir orang China dan ini sebuah cara yang sama sekali berbeda sejak awalnya dengan apa yang kita sebut "logis". Masalah yang ada tidak sesederhana seperti membedakan pemikiran Kant dan Descartes, atau pemikiran orang calvinis dengan katolik.Masalahnya terletak pada perbedaan premis – dasar pemikiran dan metode berpikir yang sering menyebabkan penafsiran terhadap filsafat China tak beda halnya dengan penonjolan gagasan – gagasan khas barat yang dikemas dalam terminologi China.
Zen secara harfiah adalah dhyana, atau meditasi, aliran budhisme yang lain juga menekan kan hal yang sama sebagaimana Zen, bahkan lebih, yaitu cenderung pada praktek meditasi formal yang semata – mata tidak menekankan pada Zen secara keseluruhan. Selain itu, Zen secara khusus juga berarti ”takterkalahkan”, dalam arti bahwa kebenaran tidak dapat dinyatakan dalam kata – kata, kareana ia merupakan prinsip dasar Madhyamika, sesuai dengan ajaran Lao-tzu:
Mereka yang tahu tidak bicara;
Mereka yang bicara tidak tahu .
Mungkin, penggambaran yang terbaik tentang Zen adalah ”sesuatu yang langsung”. Dalam aliran Budhisme yang lain, pencerahan dapat dikatakan hanya bisa diraih oleh manusia super. Pencerahan adalah sesuatu – yang menurut aliran lain – hanya dapat dicapai setelah waktu yang lama dari usaha yang sabar dan terus – menerus. Tapi dalam Zen selalu ada perasaan bahwa pencerahan adalah sesuatu yang sangat alami, sesuatu yang dimulai secara jelas, yang dapat terjadi kapan saja. Jika ia terlihat sukar, itu justru karna ia terlihat sangat sederhana. Menerapkan metode langsung dalam pengajarannya , menunjuk langsung dan membuka kebenaran, serta tidak bermain – main dengan simbolisme.
Menunjuk langsung (chih-chih^) adalah demonstrasi terbuka Zen melalui tindakan dan kata – kata nonsimbolis. Mungkin tidak lazim dilakukan oleh masyarakat kebanyakan, dan seperti orang gila. Sulit untuk menemukan contoh dari metode ini sebelum masa Dinasti Tang dimana Zen telah mapan berdiri. Namun metode ini tetaplah konsisten dengan para sesepuhnya dalam menunjukkan kebenaran secara langsung. Tak seorangpun dapat melacak jejak spesifik Dhyana dalam Budhisme India. Kurangnya bahan sejarah bukan berarti tidak ada. Jika karakteristik khusus Zen adalah pencerahan segera atau pencerahan tiba (tun wu) tanpa melewati tahapan – tahapan persiapan, seharusnya ada bukti – bukti mengenai prinsip ini pada masyrakat India.
Budhisme Zen merupakan suatu aliran dalam Budhisme. Kendati lahir di India, Zen menjadi terkenal hanya di Cina, kemudian aliran ini tersebar luas di Jepang. Tiga postulat yang dikemukakan Budhisme Zen adalah ”hakikat tunggal Budha” dan ” serta ”jalan alamiah” Tao . Tidak seperti aliran-aliran budhistik lainnya, Budhisme Zen mewartakan ”kesadaran mendadak”, pemahman kebenaran. Hakikat seluruh ciptan” Zen muncul dan tercipta lebih karena percampuran ajaran – ajaran Taoisme dan Konfusiaisme yang dikombinasikan dengan prinsip utama Budha Mahayana. Fenomena Zen mulai terlihat hampir seiring dengan tersedianya sutra-sutra Mahayana di Cina – yang dapat dikatakan, berkat kerja keras seorang biksu India bernama Kumarajiva. Kumarajiva menerjemahkan sutra-sutra tersebut di Ku-tsang dan Ch'ang-an antara tahun (384-414), dimana salah seorang muridnya, seorang biksu muda bernama Seng-chao (384-414) berhenti menjadi penganut Taoisme dan konfusiaisme.
Seng-chao memeluk Budha setelah ia membaca Vimalakriti Sutra – sutra yang diamggap sangat berpengaruh dalam Zen. Meski Seng – chao menjadi seorang biksu Budha, namun sutra itu bercerita tentang seorang awam,Vimalakirti, yang mengungguli meluruh seluruh murid budha dalam kedalaman pengertiannya mengenai Budha. Dia mengungguli seluruh murid Budha dan Bodhisatwa dengan menjawab pengertiannya mengenai hakikat realitas nondualitas dengan ”keheningan yang bergemuruh” , dimana ini menjadi sebuah contoh yang banyak diikuti oleh banyak guru Zen. ”Keheningan yang bergemuruh” ala Vimalakiti juga menjadi tema favorit para senima Zen. Pesan utamayang hendak disampaikan sutra ini kepada masyarakat Cina maupun Zen adalah, bahwa pencerahan yang sempurna berkesuaian dengankehidupan sehari hari, dan pencapaian tertinggi adalah ”memasuki alam pencerahan tanpa memusnahkan kekotoran (klesa)”.
Dua ajaran Seng-chao membawa pengaruh besar terhadap perkembangan Zen selanjutnya – pandangannya terhadapwaktu dan perubahan,serta idenya bahwa ”prajna bukanlah pengetahuan”. Bab”Keabadian Benda” dalam bukunya, Book of chao, sangatlah orisinal dan sama dengan sub-bab tentang waktu dalam buku Dogen, Shobogenzo, volume prtama, yang menunjukkan bahwa para filsuf Zen Jepang ternama terbisa dengan hal ini.
Hal masa lalu ada di masa lalu dan jangan pergi ke sana melalui masa sekarang, dan hal masa kini ada di masa kini dan jangan pergi kesana darimasa lalu.... Sungai yang berlomba – lomba membanjiri daratan tidaklah mengalir. ”Genangan air” todaklah bergerak. Matahari dan bulan, berevolusi sesuai orbitnya, tidaklah berputar balik.
Pemikiran yang lebih dekat dengan Zen terutama tampak pada murid Seng-chao, Tao-sheng (360-434), orang pertama yang menerangkan secara jelas dan tanpa ragu – ragu ajaran mengenai pencerahan seketika. Jka nirvana tidak ditemukan dengan menengkuh, tidak ada pola pendekatan yang berjenjang atau bertahap, atau dengan proses perlahan – lahandari akumulasi pengetahuan. Ia harus disadari dalam satu kilatan pengertian, yang disebut tun wu, atau dalam istilah Jepang disebut satori, sebuah istilah Zen yang biasa dipakai untuk menunjuk pada pencerehan seketika.
Metode Zen dalam (menuju) Pencerahan
Ada ujar – ujar yang mengatakan bahwa ”realisasi sejati adalah praktik yang mengagumkan ”. Yang artinya, tidak perlu ada pembedaan yang harus dibuat antara realisasi pencerahan (satori) dan pengembangan Zen dalammeditasi dengan tindakan. Meski seseorang dapat menyangka bahwa praktik Zenakan berujung pada pencerahan, sangkaan tersebuttidak sepenuhnya benar. Praktik Zen bukanlah praktik – praktik yang mempunyai tujuan akhir. Dan karna ia tidak mempunyai tujua akhir, maka itulah pencerahan yang tidak berketujuan (the aimless), kehidupan serba cukup diri (self-sufficient life) dari ”keabadian masa kini” (external now). Karena praktikyang mempunyai tujuan kahir adalah seperti memusatkan satu mata pada praktik dan satu mata lainnya pada tujuan akhir yang itu berarti kurang adanya konsentrasi dan kesungguhan.Disini dengan kata lain, seseorang tidak perlu mempraktikan Zen untuk menjadi seorang Budha,seseorang mempraktikan karena sejak semula ia adalah seorang Budha- dan ”realisasi sejati” adalah titi pijak kehidupan Zen. Realisasi sejati dalah ”tubuh” dan praktik yang mengagumkan adalah penggunaan. Keduanya terhubung secara berurutan ke prajna, kebijaksanaan, dan karuna atau aktivitas empatik Bodhisatwa yang tercerahkan dalam dunia lahir dan mati.
Mungkin akan terlihat sangat aneh dan tidak masuk akal bahwa seseorang yang kuat dan terpelajar harus duduk diam terus – menerus selama berjam – jam. Mentalitas barat akan merasa bahwa haltersebut hanyalah membuang – buang waktu yangsangat berharga, meskipun manfaatnya akan sangat terasadalam menumbuhkan kesadaran dan keuletan. Meskipun dunia Barat mempunyai tradisi kontemplatif ala gereja katolik, tradisi ”duduk dan lihat” tidaklah populer. Karena menurut pandangan mereka, hal tersebut tidaklah memajukan dunia , dan susah untuk membayangkan bagaimana dunia bisa maju dengan tetap diam. Padahal, seharusnya sudah jelas bahwa tindakan tanpa kebijaksanaan, tanpa kesadaran jernih terhadap dunia, tidak akan pernah dapat memajukan apa-apa. Apalagi, seperti halnya cara terbaik dalam membersihkan air yang kotor adalah dengan membiarkannya,dapat dikatakan bahwa merekayag duduk diam dan tidak melakukan apa-apa adalah salah satu sumbangan terbaik guna mengatas dunia yang kacau.
Realitas Manusia dan Zen dalam Kehidupan
Merupakan hal yang menyenangkan bahwa kita tidak hanya mendengar Zen, tapi juga melihatnya.”Satu penampakan lebih berharga dari ribuan perkataan”, begitu bunyi sebuah pepatah, dan disini pengekspresian zen akan saya coba munculkan dalam kesenian dimana merupakan jaln untuk memahami Zen secara langsung. Zen yang juga terpengaruh sekaligus bercirikan Taoisme berpengaruh terhadap kesenian, kesusteraan dan juga sikap dalam menghadapi kehidupan. Disini bentuk kesenian yang terungkapkan oleh realitas pengaruh Zen tidaklah bersifat simbolis seperti pada bentuk-bentuk kesenian budha lainnya. Meskibentuk kesenian mereka menunjuk Sang Budha, atau kepada para sesepuh dan guruZen, bentuk kesenian yang mereka ciptakan secara khas sebenarnya membumi dan sangat mudah dimengerti olehmanusia lainya. Apalagi kesenian Zen tidaklah sekedarsuau representasi. Bahkan dalam lukisan, kerja – kerja kesenannya tidak hanya mempresentasikan alam, bahkan menjadi kerja alam sendiri. Karna teknik yang dipakai adalah ”seni yang tidak nonkesenian”, atau yang disebut Sabro Hasegawa sebgai ”kebetulan yang terkontrol ” sehingga lukisan yang dibuat akan sama alaminya dengan batu dan rerumputan yang dilukiskan.
Bentuk kesenian barat muncul dari tradisi – tradisi filosofis dan spiritual diana spirit yang diungkap dibedakan dari alam. Seperti datang begitu saja dari surga melakukan kerja seni, bak akal intelektual ”mengolah” alam. Karenanya Malraux selalu bicara mengenai para seniman yang ”menaklukkan” medianya seolah– olah seperti penjelajah dan ilmuwan yang selalu bicara untuk menaklukkan gunung dan menaklukkan ruang. Hal ini bagi orang Jepang atau Cina terdengar sebagai suatu ekspresi yang aneh. Karena ketika kita misal mendaki gunung, Anda hanya mendaki gunung, anda hanya mendaki sejauh kaki Anda mempu melangkah, dan ketika melukis, itu juga sangat tergantung pada kemampuan tangan anda.
Kehidupan yang tak berketujuan juga menjadi tema tetap kesenian Zen, pengekspresian batin senimanyang tak kemana-mana dalammomen yang tak berwaktu. Seluruh manusia sebenarnya mempunyai momen-momen tersebut, dan hal ini seperti ketika mereka menangkap pandangan yang hidup tentangdunia yang lepas dari intervensi, misal merpati yang terbang beriringan di balik awan, cicitan suara burung yang berada dibalik hutan dansebagainya. Dalam alam pikiran kesenian zen, semua bentuk pemandangan alam, setiap sketsa bambu yang bergoyang ketika ditiup angin,merupakan gaung dari momen– momen seperti itu.
Momen yang didapat dalam keadaan seperti itu yang menjadi pengekpresian manusia terhadap Zen. Momenyang didapat dari suasana hening dan tenang disebut sebagai sabi .Ketika seniman merasa sedih,dan dalam perasaan kosong yang ganjil itu ia menangkap pandangan sekilas mengenai sesuatu yang lebih dan tidak berpretensi dalam hakikat yang luar biasa , hal itu disebut wabi . Dan ketika intensitas perasaan tersebut semakin meningkat, kesediahan nostalgia, terhubung dengasn musim gugur dan melenyapnya dunia, maka hal itu disebut aware . Dan jika pandangan ini tercipta dari persepsi mendadak mengenai sesuatu yang misterius dan aneh, membawa ke sebuh tempat yang tak diketahui dantak pernah ditemukan sebelumnya, perasaan ini disebut yugen . Perasaan diatas adalah Zen dalam persepsinya mengenai momen– momen kehidupan yang tak berketujuan.
Hal lain selain berkesenian juga terlehat dalam berkebun misal, gaya berkebun yang sesuai dengan Zen tentu saja bukan seperti lanskap imitasi penuh hiasan dengan patung bangau – bangau perunggu danminiatur-miniatur pagoda. Maksudnya bukanlah untuk membuat ilusi realistik mengenai lanskap tersebut, tapi biasanya lebih pada suasana umum mengenai ”gunung dan air” dalam sklala yang lebih kecil, sehingga pengaturan desain kebun terbaik itu lebih bernuansa bahwa tangan manusia hanyalah ”membantu” bukan mengatur sepenuhnya. Unutk mendapatkan suatu hal yang alami biasanya para tukang kebun Zen harus merawat, memelihara kebun tersebut dengan cermat, lebih cermat dari sekedar mengikuti bentuk”kesengajaan yang tidak disengaja”, bahkan sekalipun kebun tersbut selalu mendapatkan perawatan yang sangat hati-hati dan cermat. Disini fakta yang terjadi adalah tukang kebun yang tak pernah berhenti untuk memotong memangkas dan melatih tanaman-tanamannya,tapi ia melakukannya dengan spirit menjadi satu dengan kebunnya, bukan bretindak sebagai sosok diluar kebun sendiri. Ia tidak terpengaruh oleh alam karena ia adalah alam itu sendiri, dan ia menggemburkan seolah-olah ia tidak menggemburkan. Akibatnya, kebun tersebut mula-mula terlihat seperti artifisial, tapi lama kelamaan menjadi sangat alami.
Lalu hal lain yang perlu dicermati, dalam bernafas. Pernafasan yang disebut ”normal” biasanya meresahkan dan menggelisahkan. Udara biasanya tertahan dan tak sepenuhnya dilepaskan, dan sepertinya manusia tak mampu untuk ”membiarkan” udara tersebut dilepaskan keseluruhannya. Manusia umumnya bernafas secara kompulsif, bukannya secara bebas. Teknik pernafasan yang benar biasanya dimulai dengan menghembuskan nafas sepenuhnya – melepaskan udara begitu rupaseolah-olah tubuh kita dikosongkan dari udara oleh sebuah bola timah besar yang dibenamkan diantara dada danperut. Penarikn nafas dilakukan dengan tindakan refleks yang sederhana. Udara tidak secara aktif dihirup, dibiarkan datang begitu saja dan ketika paru-paru telah terisi penuh secara nyaman , maka penghembusan nafas seperti yang telah dijelaskan diatas diulangi lagi, dan begitu seterusnya.
Seseorang mungkin dapat mengatakan bahwa cara bernafas seperti itu merupakan aspek fisiologis. Jika mengingat bahwa dalam semua asek Zen selalu menekankan untuk tidak berusaha terlalu keras, denganalasan ini biasanya para pemula akan mengalami sedikit kesulitan mengatur pernafasannya kecuali jika tetap menjaga kesadarannya. Disinilah ketika Zen berpengaruh bahwa untuk keselarasan, sebuah kesalahanserius untuk melakukannya dalam spirit dan disiplin kompulsif yang harus dilaksanakan dengan tujuan dalam kepala. Apalagi jika orang berusaha untuk melihat,atau berusaha untuk mendengar padahal harus kitaingat bahwa nafas selalu berjalan dengan sendirinya. Ia bukanlah sebuah “latihan” pernafasan sebagaimana”melihat dan membiarkan” bernafas.
Banyak sekali hal – hal yang menjadi realitas kita(manusia)terhadap Zen yang mungkin juga kita tidak sadari telah kita lakukan, namun hanya semua berjalan belum pada sebuah penyatuan dengan alam namun memeliki tujuan tertentu untuk mendapatkan hasil. Jiwa kita yang benar adalah jiwa besar dan badan kita yang benar adalah badan realitas. Pengungkapan “realitas” tersebut adalah tujuandari Budhisme Zen. Jika ditanya tentang arti kehidupan, realitas jiwa,asala mula alam, Budha menunjukkan “sikap diam yangmulia” ( noble silence ). Ini juga cara Zen. Hingga nantinya para pengikut Zen dapat menemukan hakekat relitas itu sendiri dimana suatu kondisi yang mengatrasisegala pertentangan. Denagan jalan ini pengikut Zen terdorong ke pegalaman pribadi, ke realisasi kesatuan hidup yang memberi iluminasi (penerangan) menuju pencerahan.
KESIMPULAN
Pencerahan adalah untuk mengetahui apa yang bukan kenyaaan. Ia juga untuk menghentikan identifikasi diridengan objek pengetahuan apapun. Pencerahan adalah pernyatan tegas bahwa substansi dasar atau daya alam pastilah tidak bermakna apa – apa, segala pernyataan seperti apa ”diriku” (what I am) pada hakikat keberadaanku tentu merupakan sesuatu kebodohan. Khayalan seperti itu adalah premis metafisika yang palsu pada hakikat kebenaran umum (common sense); ia adalah ketidaksadaran manusia dalam ontoloi dan epistemologi , asumsi yang terkatakan adalah bahwa ia adalah ”sesuatu”. Asumsi bahwa”aku bukanlah apa – apa” (I am nothing) juga merupakan kesalahan yang sama karena ”sesuatu” dan ”bukan apa-apa” (something and nothing), ada dan tiada, aalah konsep – konsep yang saling berhubungan, dan kedua – duanya adalah sesuatu yang menjadi milik pengetahuan.
Pencerahan atau satori sedemikian dekat denga kita dan sebegitu kentara sehinggamalah biasanya tidak dikenal. Pencerahan mencakup kembali kepada hakikat asali dan dan hubungan asalai dengan dunia. Tetapi pencerahan tidak dapat diraih melalui asketisisme yang keras, dan tidak dapat diperoleh lewat konsep pemikiran. Budhisme Zen teguh dalam kepercayaan bahwa pikiran harus dibebaskan dari kekusutan dan harus dijaga agar tetap murni dan cerah. Dengan itu pikiran dapat menangkap kebenaran mendasar alam semesta, dan secara demikian dapat memperoleh kodrat Budha, nirwana atau keselamatan jiwa.