Selasa, 10 Mei 2011

2

KI AMONGRAGA MENGINISIASI ISTRINYA, TAMBANGRARAS - 2 Kutipan Serat Centini II, 456 – 462 ( DANDANG GULA ) Tambangraras berkata, “ Dengan rendah hati hamba minta izin untuk mendengarkan puncak ajaran (kesempurnaan) yang bermuara dalam samudera sendiri. Sekiranya tuanku menyampaikan ajaran penutup yang melenyapkan selubung dari hal-hal yang tersembunyi, yang berkaitan dengan hakikat wanita, hakikat pria, hakikat Hyang Maha Mulia. Apakah hakikatnya ? “ Dengan lirih suaminya, Syeh Amongraga menjawab, “Pada saat yang tepat kautanyakan hal itu. Lama juga kunantikan pertanyaan serupa itu dari anda, karena bimbingan Allah pertanyaan itu kau ungkapkan dengan tepat. Marilah, adinda, dengarkanlah, maka kau akan mengajarkan mengenai hakikat Allah, hakikat pria dan hakikat wanita. Resapilah ini. Dhat sejati Allah ialah Tunggal yang memangku baik “Ada” maupun “Tiada”, yang “Belum” maupun yang “Sudah”. Yang paling kecil maupun yang semesta alam diciptakan dan dikuasai oleh Yang Tunggal. Kemanunggalan antara “Ada” dan “Tiada”, hari depan maupun masa silam, yang kecil maupun yang semesta, Dhat itu adinda, kemanunggalan antara pengakuan dan penyangkalan, sedangkan ia sendiri tanpa penyangkalan maupun pengakuan. Ia bukan “belum” maupun “sudah” , bukan “kecil” atau pun “besar” , Ia “ADA “ dan “TIADA” , Ia bukan yang tidak ada maupun yang ada. Segala keduaan dan kedwitunggalan menjadi yang tunggal belaka. Ia tanpa “kurang” maupun “lebih ”. Keduaan dalam penyangkalan dan pengakuan, itulah keduaan Rasul dan Muhammad dan juga keduaan pria dan wanita. Tetapi di sini lenyaplah keduaan pria dan wanita, lenyaplah apa yang disebut penyangkalan dan pengakuan, demikian juga semua kedwitunggalan serupa itu, karena semua unsur itu bersatu menjadi tunggal. Benih satu yang menumbuhkan keanekaan segala tumbuhan. Yang dapat diraba dan dapat dilihat, berasal dari penyempurnaan yang dua menjadi satu. Yang Tunggal ialah Allah, Yang Mulia. Yang Satu itu tanpa pengakuan dan penyangkalan, tanpa bentuk, warna, bau atau rasa, tanpa letak atau tempat. Tetapi yang berdiri tegak ialah kekuasaanNya yang meliputi segalanya dan yang Maha Suci, yang menciptakan dan menguasai keduaan itu. Yang dimaksudkan keduaan ialah “Kun Fayakun” (Sabda penciptaan dan akibatnya) . Arti Yang Tunggal Utama ialah DiriNya sendiri. Itulah, adinda, DhatNya yang sejati ! Dhatnya seorang pria ialah Sang Rasul, rasa yang mulia, yang paling halus dalam roh, cahaya kenabian di antara cahaya-cahaya, cahaya (nur) yang disebut Muhammad. Ini mengungkapkan hubungan dengan “Tiada” . hakikatnya halus, penyangkalan tanpa pengakuan. Baru berupa “Kun” belum disempurnakan oleh rahmat Ilahi. Menjadi Rasul, itulah hakikatnya sejati seorang pria. Mengenai hakikat sejati seorang wanita, ialah Muhammad yang mulia, Muhammad mengacu kepada umat manusia. Sebuah anugerah yang luhur, anugerah kehidupan itu. Hakikatnya berkaitan dengan “Ada”, ia pengakuan tanpa penyangkalan. Ia berupa “Fayakun” (pelaksanaan Sabda penciptaan), sehingga karena rahmat Ilahi penyempurnaan itu sudah ada. Itulah hakikat sejati seorang wanita. Kata “ALLAH”, adinda, hanya terdiri dari tiga huruf, yakni alif, lam dan ha, karena itu mengacu kepada Allah, Sang Utusan dan Muhammad. Alif berkaitan dengan Allah, Lam dengan Utusan dan Ha dengan Muhammad. Penyempurnaan Lam dan Ha ialah Alif, terlebur dalam kesempurnaan yang Tunggal. Allah ialah Alif, Yang Berbicara, Yang Tunggal. Utusan ialah Lam yang tersisa, Muhammad ialah Ha. Inilah kesempurnaan hidup, isi tepat mengenai ajaran sejati, hakikat Tuhan yang sebenarnya, kenyataan juga mengenai wanita. Akulah Sang Rasul, kaulah Muhammad dan pembaur antara “kau dan aku” ialah Tuhan. Allah tersembunyi dalam kematian, Sang Rasul dan Muhammad tersembunyi dalam hidup. Keberadaan di sini adalah hidup, tetapi hidup diresapi dan diliputi oleh kematian. Kematian menguasai seluruh kehidupan. Segala sesuatu tunduk pada kehancuran. Hidup ini baik sekali (utama) yang bersahabatan dengan kematian. Usahakan, supaya mati sambil masih hidup ! Barang siapa ingat akan kematian, barang siapa dapat mati sambil hidup, barang siapa menerima bimbingan agar menjadi jelas baginya segala peraturan Yang Maha Agung, barang siapa selalu condong menyadari bahwa ia benda di tengah-tengah kematian, barang siapa dengan jelas melihat kesempurnaan, hidup orang itulah luhur karena hidupnya berkaitan dengan kematian, yang sekaligus hidup tanpa tunduk pada kematian, artinya hakikat Hyang Suksma. Ketiganya itu merupakan suatu kedwitunggalan, tidak dapat dipisah-pisah. Tidak dapat disebut dua, tidak dapat disebut tiga, tidak dapat disebut tunggal. Allah disebut Muhammad, Muhammad disebut Rasul, Sang Rasul disebut Allah. Barang sipa mampu melihat itu, hidupnya berkaitan dengan kematian, Allah lah yang rahman. Itulah, adikku, jawaban mengenai hakikat pria dan wanita. Kau di situ, aku di sini, tidak berbeda, sama seperti Allah, Rasul dan Muhammad tidak berbeda-beda. Muhammad itulah engkau, Sang Rasul ialah aku. Penyempurnaan kedwitunggalan itu mengenai pria dan wanita ialah Yang Maha Suci, kau dan aku. Hakikat sejati pria ialah wanita, hakikat sejati wanita ialah pria. Begitulah artinya, wanita berada dalampria, pria berada dalam wanita. Muhammad Rasulullah seperti dikatakan – dalam syahadat – Rasul ada di dalam Muhammad, Muhammad ada di dalam Rasul, tanpa adanya perbedaan dalam kedwitunggalan itu.-