Selasa, 10 Mei 2011

SATORI

MEMAHAMI TEKA-TEKI & PUISI YANG MERUNTUHKAN LOGIKA ( UNTUK MERAIH SATORI / PENCERAHAN) Sebuah judul yang panjang untuk sebuah artikel pendek, kenapa dipilih judul tersebut? Tak lain karena bagi para praktisi Prime Reiki selain dihimbau untuk konsisten menyalurkan energi bagi diri sendiri/sesama, juga dihimbau untuk meditasi secara berkala (paling tidak sebelum atau sesudah melakukan healing/penyaluran). Tujuan meditasi tentu sudah jelas, yaitu membersihkan tubuh dan jiwa dari segala hal yang menyesakkan kesadaran sehari-hari, tentu saja dibarengi dengan doa menurut keyakinan masing-masing. Kemudian diharapkan para praktisi dapat mencapai ketentraman dan kepasrahan yang membahagiakan (Pencerahan/Enlightenment). Di dalam bermeditasi kita dilatih untuk menghilangkan peran pikiran/rasio untuk mematikan ego, biar bagaimana pun sucinya isi pikiran/niat tersebut. Di dalam khasanah Zen, selain dengan meditasi ada sessi untuk melatih agar nalar /logika kita dipatahkan yaitu dengan sebuah teka-teki atau cerita yang bersifat paradoks, unik, tidak masuk akal dan mustahil untuk memberikan jawabannya. Teka-teki tersebut dikenal sebagai Koan, dan yang hampir mirip dengan Koan ada juga yang disebut Mondo, jika Koan berupa teka-teki/cerita maka Mondo lebih bersifat tanya-jawab yang langsung menunjuk muncul atau tidaknya pengalaman pencerahan dalam diri seseorang. Koan digunakan untuk sebagai alat untuk membuka pikiran seseorang terhadap kebenaran (Zen), cara pandang logika diruntuhkan dan fungsinya diturunkan.. Untuk mendapatkan pencerahan pikiran tidak boleh terlibat, ketakterlibatan pikiran ini yang dilatih dengan Koan, sehingga didalam meditasi (Za Zen) diharapkan muncul pencerahan/satori yang betul-betul murni. Teka-teki/cerita paradoks tidak langsung dijawab langsung oleh sang praktisi, tapi direnungkan dan diharapkan akan terjawab di dalam meditasi (Za Zen) Mondo fungsinya mirip dengan Koan, hanya dilakukan secara langsung berupa tanya-jawab antara Guru dan murid dengan bertatap muka, serta pertanyaan Guru harus dijawab murid saat itu juga. Jawaban si murid/praktisi itulah yang menggambarkan ada tidaknya pengalaman pencerahan/satori/enlightenment yang betul-betul dan murni. Contoh Koan : Kisah Guru Zen dan muridnya. Seorang guru Zen yang biasa membawa tongkat saat pergi berjalan-jalan di pegunungan, bertanya kepada muridnya. “ Ini bukan tongkat, engkau menyebut ini apa?” Tanya sang guru sambil mengayun- ayunkan tongkatnya di depan si murid. “ Jika engkau mengatakan ini tongkat, sentuhlah (yakinkan) ! Tapi jika engkau tidak mengatakan bahwa ini bukan tongkat , lawanlah (musnahkan)!” “ Lepas dari meyakinkan atau pemusnahan, lalu akan engkau sebut apa barang ini?” Si murid tidak menjawab pertanyaan sang guru namun mengambil tongkat tersebut dan mematahkannya jadi dua kemudian membantingnya ke tanah. Sang guru hanya memandang sejenak lalu meneruskan bertanya . “ Jika engkau memiliki sebuah tongkat, aku akan memberimu satu. Jika engkau tidak punya tongkat, aku akan mengambilnya darimu.” Mengacu pada pernyataan/pertanyaan kisah di atas, di dalam khasanan Zen mengatasi sebutan tongkat tidak sebagai ‘tongkat’. Pada saat kita menyebutnya sebagai tongkat yang sesungguhnya (riel), maka kita terbelenggu dengan substansi tongkat, sebutan ini akan membatasi pengertian tentang tongkat. Sebaliknya jika kita mengingkari bahwa ini adalah tongkat, berarti kita mengingkari realitas tongkat. Zen tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan ini semua, dan membiarkan semuanya berada dengan sendirinya karena seseorang yang berusaha keras menjawab pertanyaan ini akan terjebak dalam jawaban yang sifatnya relatif belaka ! Contoh Mondo : Tanya jawab Sang Guru dan Murid. Murid : “ Siapakah engkau sebenarnya?” Guru : “ Laut biru, langit luas, angin berhembus dari sudut ke sudut bumi” Murid : “ Apa arti kunjungan seorang patriarkat ke Cina?” Guru : “ Pohon Cyprus di depan alun-alun!” Murid : “ Apakah Tao itu?” Guru : “ Pikiranmu setiap hari itulah Tao!” Sang Guru melalui jawaban-jawabannya di atas akan mempengaruhi keyakinan si murid terhadap adanya pencerahan. Sang Guru sebenarnya tidak melakukan penilaian atau tanggapan langsung. Sang Guru hanya menunjukkan arah yang harus dituju serta membiarkan si murid melakukan dan merasakan pengalaman satori-nya sendiri. Yaitu si murid kelak akan mengalami cara pandang baru yang intuitif, tidak melihat perbedaan di antara subyek dan obyek seperti kebiasan berpikir yang logis. Mendapatkan satori berarti tidak lagi dibingungkan dengan pikiran yang dualistik. Haiku, atau puisi pendek tepatnya sajak tujuh belas suku kata (Jepang) Sebuah ungkapan/ekspresi seni sastra yang diharapkan juga akan membantu penyadaran si pembaca akan posisinya di alam semesta ini. Tentu saja jika jiwa si pembaca sudah menyatu dengan isi sajak, maka logika/rasio pun akan surut serta digantikan dengan intuisi. Inilah fungsi utama sebuah Haiku dalam mencapai penyadaran dan berlanjut ke samadhi lalu satori/enlightenment. Di Indonesia sendiri sudah banyak penyair-penyair yang menghasilkan sajak pendek dengan kekuatan kata yang menakjubkan serta bernuansa sufistik. Sebut saja misalnya : Abdul Hadi WM, Sapardi Joko Damono, Kriapur (almarhum) dll. Contoh Haiku 1: Kolam Tua karangan Basho (terjemahan Hartoyo Andangjaya) Katak terjun Suara : Plung ! Bergema Contoh Haiku 2: Bunga Nazuna karangan Basho (terjemahan Hartoyo Andangjaya) Ketika kutatap sungguh-sungguh SungguhAku melihat bunga Nazuna mekarDi dekat pagar. Contoh Haiku 3: Sungai karangan Abdul Hadi WM SungaiTapi yang mengalir Jam lambat. Contoh Haiku 4: Kupu-kupu karangan Abdul Hadi WM Kupu-kupu sutra - Oh ! – cahaya bergetar dalam kehijauan yang tiba-tiba lenyap. Bentuk Haiku atau sajak pendek di atas biasanya menyuarakan keselarasan penyairnya dengan alam semesta, harmoni manusia dengan sesama mahluk. Terdapat maksud tersembunyi dari haiku (penyairnya) yaitu memberikan kebebasan kepada pembacanya dengan tidak mendikte gambaran suasana yang diciptakan. Diumpamakan, seorang yang ingin belajar berenang maka ia pertama-tama harus terjun ke air atau seorang yang ingin makan maka ia harus mengunyah dan menelan makanannya sendiri. Kesadaran/Penyadaran sebagai tujuan yang dapat dicapai dalam pemahaman sama, namun proses pencapaiannya akan berbeda karena pengalaman yang ditempuh pasti tidak sama antara orang satu dengan orang lainnya. Itulah inti dari haiku, setelah mendapat atau mengalami kesadaran/penyadaran diharapkan akan berkembang hingga menjadi satori atau kesadaran terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari. Selain haiku masih banyak bentuk karya sastra yang bersifat sufistik/prophetic dengan maksud memancing pembacanya supaya intuisinya terbangkitkan. Termasuk di dalamnya kata-kata mutiara, cerita pendek, novel dsb. Contoh kata-kata mutiara : Penggalan Pasir & Buih karya Kahlil Gibran (terjemahan Sri Kusdyantinah) 1. Banyak ajaran semisal jendela kaca Melaluinya kita melihat kebenaran Tetapi kita dibatasinya pula 2. Apabila telah kautemukan inti kehidupan akan kaudapati dirimu tak lebih dari gelandangan Dan tak kurang dari nabi ! 3. Duduklah di depan jendela dan pandanglah orang-orang yang lewat di jalan tampaklah seorang biarawati berjalan di arah kanan, dan seorang pelacur di arah kiri. Secara wajar engkau dapat berujar “ Betapa mulia yang seorang itu, dan betapa hina yang lainnya.” Kemudian pejamkan matamu dan dengarkan sejenak suara yang berbisik dari ruang semesta, “ Seseorang mencariKu dengan doa, dan yang lain dengan derita. Dan dalam jiwa masing-masing terdapat keindahan bagiKu.” Artikel pendek di atas khusus saya tulis bagi para praktisi Prime Reiki di manapun berada, agar tidak hanya berhenti sebagai penyalur energi (healer) belaka namun terus menapak pelan dan pasti dengan meditasi ke tahapan yang tak terbatas, satori atau apa pun namanya. Selamat mencari & mengalami K E S A D A R A N.